Laman

to night

Aku adalah binatang jalang yang menghembuskan angin kedinginan. apa pun bisa kita lakukan, biarkan Hayal mu melambung tinggi menikmati sensasi lambda sehingga hayalmu menembus batas, bangun ketika kau mulai lelah akan semua, bakarlah dinding-dinding yang membuatmu tidak mempunyai waktu untuk membuka sensasi Lamda. masih ingatkah kita pernah bercerita tentang puncuk-puncuk lambda di ketinggian 200Hez aku telah menemukan seluk beluk lambda. Mari bersama menembus batas normal, yang akan membuka tabir mimpi menjadi kenyataan. aku lambda yang membagunkan dengan Argumentum ad populum, wujud nyata, ilusi, melayang maya membuka tabir biru menjadi sir Lamda






Saturday, December 10, 2011

Bundengan, Musik Angon Bebek


WARISAN INDONESIA
Ada yang berbeda di pematang sawah pedesaan Wonosobo, Jawa Tengah. Ketika bebek-bebek berkoak riuh-rendah, terdengar suara gamelan dari tudung bambu di tengah semilir angin dan gemericik air.
Bentuknya mirip pengki raksasa, tingginya sekitar satu meter. Terbuat dari anyaman bambu yang diperkuat karet dari ban bekas. Di bagian atap ditambahkan ijuk yang ujungnya disimpul sehingga serupa tanduk yang melengkung.
Masyarakat setempat menyebut alat ini sebagai kowangan. Fungsi awalnya sebagai tempat berteduh penggembala bebek kala panas ataupun hujan. Untuk mengusir jenuh, alat ini akhirnya dimainkan dan menimbulkan suara yang menakjubkan. Di bagian dalam dipasang enam utas tali dari ijuk yang melintang. Di bagian bawah diselipkan tiga batang bambu tipis sehingga akhirnya menimbulkan bebunyian. Kowangan pun beralih fungsi menjadi alat musik. Inilah yang disebut musik bundengan.
Tak ada catatan pasti kapan dan siapa penemunya. Kemungkinan sudah ada sejak awal abad ke-20. Barnawi pernah dikenal sebagai pelestari bundengan. Lewat tangannya pula alat musik ini mengalami sedikit perubahan. Penggunaan ijuk sebagai dawai diganti senar raket supaya lebih nyaring. Kemahirannya mencipta nada membuat bundengan jadi pengiring tari lengger di beberapa kesempatan.
Sayangnya, Barnawi meninggal 30 September 2010. Hanya tersisa dua pewaris yang ia percaya jadi penerus bundengan, yaitu putri bungsunya yang masih SMP dan Hengki Krisnawan (41).
Boleh jadi, saat ini hanya Hengki yang memopulerkan bundengan agar dikenal orang banyak. Di kampungnya, Sruni, Jaruksari, Wonosobo, ia menggerakkan mudamudi membentuk grup lenggeran. Sebagai pegawai di Kantor Budaya dan Pariwisata Pemerintah Kabupaten Banjarnegara, penggemar motor besar ini kerap mengundang wisatawan asing ke tempatnya guna menyaksikan tari lengger dengan iringan bundengan.

2 comments:

terima kasih telah berkunjung semoga bermanfaat