Laman

to night

Aku adalah binatang jalang yang menghembuskan angin kedinginan. apa pun bisa kita lakukan, biarkan Hayal mu melambung tinggi menikmati sensasi lambda sehingga hayalmu menembus batas, bangun ketika kau mulai lelah akan semua, bakarlah dinding-dinding yang membuatmu tidak mempunyai waktu untuk membuka sensasi Lamda. masih ingatkah kita pernah bercerita tentang puncuk-puncuk lambda di ketinggian 200Hez aku telah menemukan seluk beluk lambda. Mari bersama menembus batas normal, yang akan membuka tabir mimpi menjadi kenyataan. aku lambda yang membagunkan dengan Argumentum ad populum, wujud nyata, ilusi, melayang maya membuka tabir biru menjadi sir Lamda






Saturday, December 10, 2011

Gembong Amijoyo, Semangat Hidup Barongan Blora



Diasz Kundi
“Barongan ora galak…(barongan tidak galak),
Barongan moto beling …(barongan bermata beling),
ndhas pethak ditempiling…(kepala botak ditempeleng)”
Bagi penggemar kesenian barongan, pasti sangat akrab dengan syair tersebut karena ketika barongan masih sering dipentaskan berkeliling kampung, selalu diiringi tabuhan berupa kenong, saron, dan gong membawakan parikan ini.
PARIKAN tersebut terdengar lucu, tetapi sebenarnya syairnya dimaksudkan untuk menyindir keberadaan para penjajah Belanda. Melalui katakata “barongan ora galak”, para seniman pada zaman penjajahan ingin mengatakan bahwa barongan adalah gambaran dari budaya asli daerah yang merupakan kawan bersama dan tidak perlu ditakuti.
Menurut beberapa sumber, tokoh Singo Barong (singa raksasa) yang merupakan tokoh utama dalam kesenian barongan, merupakan visualisasi dari semangat para pejuang itu. Boleh jadi para pejuang terinspirasi oleh keberanian dan ideologi Gembong Amijoyo yang merupakan figur asli dari jelmaan Singo Barong. Lirik selanjutnya dari pantun kilat tersebut, “barongan moto beling” merupakan gambaran sepasang mata Singo Barong yang dibuat dari kelereng berukuran besar dan berbahan dasar kaca. Parikan ini ingin menyatakan bahwa semangat perjuangan anak bangsa tak mengenal kompromi dalam melawan penjajah.
Hal ini semakin jelas apabila kita mendengar lirik selanjutnya “ndhas pethak ditempiling”. Menggambarkan semangat para seniman yang waktu itu ingin sekali menempeleng kepala para pejabat Belanda yang kebanyakan berkepala botak.
Sifat Kerakyatan
Kesenian barongan merupakan kesenian khas Jawa Tengah. Namun, Kabupaten Blora yang bisa dikatakan paling eksis. Bayangkan saja, dari 295 desa di Kabupaten Blora, terdapat 625 paguyuban kesenian barongan. Artinya, setiap desa minimal memiliki dua grup kesenian barongan.
Apalagi, beberapa budaya tradisi mensyaratkan keterlibatan kesenian barongan di dalamnya. Tradisi lamporan—ritual tolak bala yang berasal dari Desa Kunden, misalnya, mengharuskan keterlibatan barongan. Bahkan, justru Singo Barong yang dianggap sebagai pengusir tolak bala.
Tak mengherankan bila kesenian barongan sangat populer dan sangat lekat dengan kehidupan masyarakat pedesaan di Kabupaten Blora. Mereka beranggapan bahwa barongan telah berhasil mewakili sifat-sifat kerakyatan mereka, seperti spontanitas, kekeluargaan, kesederhanaan, tegas, kekompakan, dan keberanian yang didasarkan pada kebenaran.

No comments:

Post a Comment

terima kasih telah berkunjung semoga bermanfaat