“Barongan ora galak…(barongan tidak galak),
Barongan moto beling …(barongan bermata beling),
ndhas pethak ditempiling…(kepala botak ditempeleng)”
Barongan moto beling …(barongan bermata beling),
ndhas pethak ditempiling…(kepala botak ditempeleng)”
Bagi penggemar kesenian barongan, pasti sangat akrab
dengan syair tersebut karena ketika barongan masih sering dipentaskan
berkeliling kampung, selalu diiringi tabuhan berupa kenong, saron, dan
gong membawakan parikan ini.
PARIKAN tersebut terdengar lucu, tetapi sebenarnya syairnya
dimaksudkan untuk menyindir keberadaan para penjajah Belanda. Melalui
katakata “barongan ora galak”, para seniman pada zaman penjajahan ingin
mengatakan bahwa barongan adalah gambaran dari budaya asli daerah yang
merupakan kawan bersama dan tidak perlu ditakuti.
Menurut beberapa sumber, tokoh Singo Barong (singa raksasa) yang
merupakan tokoh utama dalam kesenian barongan, merupakan visualisasi
dari semangat para pejuang itu. Boleh jadi para pejuang terinspirasi
oleh keberanian dan ideologi Gembong Amijoyo yang merupakan figur asli
dari jelmaan Singo Barong. Lirik selanjutnya dari pantun kilat
tersebut, “barongan moto beling” merupakan gambaran sepasang mata Singo
Barong yang dibuat dari kelereng berukuran besar dan berbahan dasar
kaca. Parikan ini ingin menyatakan bahwa semangat perjuangan anak bangsa
tak mengenal kompromi dalam melawan penjajah.
Hal ini semakin jelas apabila kita mendengar lirik selanjutnya “ndhas
pethak ditempiling”. Menggambarkan semangat para seniman yang waktu itu
ingin sekali menempeleng kepala para pejabat Belanda yang kebanyakan
berkepala botak.
Sifat Kerakyatan
Kesenian barongan merupakan kesenian khas Jawa Tengah. Namun, Kabupaten Blora yang bisa dikatakan paling eksis. Bayangkan saja, dari 295 desa di Kabupaten Blora, terdapat 625 paguyuban kesenian barongan. Artinya, setiap desa minimal memiliki dua grup kesenian barongan.
Kesenian barongan merupakan kesenian khas Jawa Tengah. Namun, Kabupaten Blora yang bisa dikatakan paling eksis. Bayangkan saja, dari 295 desa di Kabupaten Blora, terdapat 625 paguyuban kesenian barongan. Artinya, setiap desa minimal memiliki dua grup kesenian barongan.
Apalagi, beberapa budaya tradisi mensyaratkan keterlibatan kesenian
barongan di dalamnya. Tradisi lamporan—ritual tolak bala yang berasal
dari Desa Kunden, misalnya, mengharuskan keterlibatan barongan. Bahkan,
justru Singo Barong yang dianggap sebagai pengusir tolak bala.
Tak mengherankan bila kesenian barongan sangat populer dan sangat
lekat dengan kehidupan masyarakat pedesaan di Kabupaten Blora. Mereka
beranggapan bahwa barongan telah berhasil mewakili sifat-sifat
kerakyatan mereka, seperti spontanitas, kekeluargaan, kesederhanaan,
tegas, kekompakan, dan keberanian yang didasarkan pada kebenaran.
No comments:
Post a Comment
terima kasih telah berkunjung semoga bermanfaat