Laman

to night

Aku adalah binatang jalang yang menghembuskan angin kedinginan. apa pun bisa kita lakukan, biarkan Hayal mu melambung tinggi menikmati sensasi lambda sehingga hayalmu menembus batas, bangun ketika kau mulai lelah akan semua, bakarlah dinding-dinding yang membuatmu tidak mempunyai waktu untuk membuka sensasi Lamda. masih ingatkah kita pernah bercerita tentang puncuk-puncuk lambda di ketinggian 200Hez aku telah menemukan seluk beluk lambda. Mari bersama menembus batas normal, yang akan membuka tabir mimpi menjadi kenyataan. aku lambda yang membagunkan dengan Argumentum ad populum, wujud nyata, ilusi, melayang maya membuka tabir biru menjadi sir Lamda






Saturday, December 10, 2011

Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu – Mencari Kebenaran Melalui Alam

Warisan Indonesia/Hardy Mendrofa
Melatih kebaikan dan kesabaran tidak selalu mudah. Komunitas Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu mengajarkannya melalui rangkaian ritual.
Komunitas adat yang bermukim di Desa Krimun, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, ini menamakan diri Suku Dayak Hindu- Budha Bumi Segandu. Namun, tidak ada hubungannya dengan suku dalam artian etnis, tidak juga berkaitan dengan Suku Dayak di Kalimantan. Juga tidak ada hubungannya dengan agama Hindu dan Budha.
Ya, “Suku Dayak Hindu-Budha Bumi Segandu” bukan kalimat harfiah. Setiap katanya diambil dari kandungan makna dan filosofinya. “Suku Dayak Hindu-Budha”, terdiri atas kata “suku” (dalam bahasa Jawa, merupakan bahasa halus dari “sikil”) artinya “kaki”. Maknanya, setiap manusia berjalan dan berdiri di atas kaki masing-masing untuk mencapai tujuan sesuai dengan kepercayaan dan keyakinannya.
Lalu “dayak” diambil dari kata “diayak” yang artinya “disaring” agar setiap manusia dapat menyaring, mana yang salah dan mana yang benar. Adapun kata “hindu”, menurut Tetua Suku Dayak Hindu-Budha Bumi Segandu Paheran Takmad Diningrat, artinya “kandungan” atau “rahim”. Makna filosofisnya bahwa setiap manusia dilahirkan dari kandungan sang ibu (perempuan). Dan, kata “budha” diistilahkan “wuda” atau “telanjang”, mengingatkan bahwa setiap manusia dilahirkan dalam keadaan telanjang dan suci.
“Bumi Segandu Indramayu” pun punya makna tersendiri. “Bumi” bermakna “wujud”, sedangkan “segandu” bermakna “sekujur badan”. “Indramayu”, mengandung pengertian: “in” (‘inti’), ”darma” (orangtua), “ayu” (perempuan). Filosofinya, ibu (perempuan) merupakan sumber kehidupan karena dari rahimnyalah kita semua dilahirkan.
Itu sebabnya masyarakat adat ini sangat menghormati kaum perempuan, yang tecermin dalam ajaran dan kehidupan mereka sehari-hari. “Buat saya, taat sama anak dan perempuan. Karena anak sama orangtua, yang benar anak, orangtua salah dulu. Orang sekarang ngakunya benar semua,” kata Paheran Takmad Diningrat. Maksudnya, sebagai orang yang lahir lebih dulu, maka orangtua justru yang punya kesalahan lebih banyak daripada anak.

No comments:

Post a Comment

terima kasih telah berkunjung semoga bermanfaat