Kalimantan sering dikaitkan dengan tradisi mengayau atau
potong kepala. Tradisi itu sudah tak ada lagi, tetapi ritual persembahan
untuk menghormati kepala hasil mengayau tetap berlangsung.
Mengayau di masyarakat Dayak, Kalimantan—yang konon simbol
keperkasaan sekaligus menghindarkan warga dari penyakit—sudah dilarang
sejak 1894, yakni sejak pertemuan akbar para tetua suku Dayak di Tumbang
Anoi, Kalimantan Tengah. Namun, hasil kesepakatan itu tak sepenuhnya
tersosialisasi.
Di Kalimantan Barat, misalnya, menurut Waliman (45), mantan Kepala
Desa Hli Buei, Kecamatan Siding, Kabupaten Kalimantan Barat, daerahnya
masih mengalami puncak budaya mengayau pada 1948-1950. “Mengayau di
wilayah ini berakhir sejak misionaris masuk,” kata Waliman, yang
merupakan salah satu warga dari subsuku Dayak Bidayuh.
Toh, tradisi yang berkaitan dengan mengayau tetap ada sampai
sekarang. Pada pertengahan Juni yang lalu, misalnya, masyarakat Dayak
yang tinggal di luar daerah pulang kampung. Sekolah setempat pun
diliburkan selama dua hari.
Itulah jadwal penyelenggaraan nyobeng atau nibakng siwak setiap
tahunnya di Dusun Sebujit Baru, Sebujit Iyang, dan Sebujit Lama yang
berasal dari satu keturunan. Dulu, malah selain setiap Juni, juga
diselenggarakan pada Maret dan April. Warga menyebut peristiwa tersebut
dengan istilah gawai.
“Setiap gawai, kami selalu pulang, supaya bisa berkumpul dengan
keluarga,” tutur Okren (30), pemuda di Sebujit, yang sudah sejak 1995
bekerja di Kuching, Sarawak, Malaysia. Padahal, dari perbatasan di
Serikin ke Kuching jaraknya sekitar 50 kilometer. Dari Serikin ke
Sebujit masih sekitar satu jam perjalanan dengan kondisi jalan tanah dan
berlumpur kalau hujan.
Benedit Anak Kalong (39), anggota Polis Diraja Malaysia (PDRM), sejak
enam tahun lalu selalu datang ke Sebujit setiap ada gawai. Meskipun dia
dari subsuku Dayak Iban, istrinya orang Sebujit, anak ketua adat.
Benedit naik motor bersama anak dan istri selama dua jam dari Kuching ke
Sebujit. Katanya, ia mengikuti gawai tidak untuk bersenang-senang,
tetapi untuk menyucikan jiwa dan raga.
No comments:
Post a Comment
terima kasih telah berkunjung semoga bermanfaat