Masyarakat Sunda dari sejumlah wilayah berkumpul di
Tangkuban Perahu. Mereka bersama mengharapkan Yang Kuasa menurunkan lagi
kebaikan yang pernah diberikan kepada para leluhur.
Sangkuriang, ketika kecil diusir oleh ibunya, Nyi Dayang Sumbi,
gara-gara menyembelih anjing kesayangan mereka yang sebenarnya adalah
ayah Sangkuriang. Ketika dewasa, Sangkuriang berjumpa dengan Dayang
Sumbi kembali dan saling jatuh cinta, tetapi belakangan Dayang Sumbi
menyadari bahwa Sangkuriang adalah anaknya.
Cara menolaknya, ia meminta Sangkuriang membuat perahu dan membendung
Sungai Citarum dalam semalam, tetapi dengan bantuan dewa, belum lagi
perahu selesai sudah terdengar ayam berkokok. Sangkuriang marah dan
menendang perahunya jauhjauh yang jatuh menangkup di bumi. Itulah yang
menjadi Tangkuban Perahu.
Bukan itu saja yang menyebabkan gunung yang terletak di utara
Bandung, Jawa Barat, itu dianggap sakral. Penyebab lain, konon Nyi Roro
Kidul juga pernah berguru di gunung tersebut. Itu sebabnya masyarakat
Sunda sampai sekarang terbiasa mengadakan ritual di kawasan yang sangat
indah itu.
Di antaranya, upacara adat “Ngertakeun Bumi Lamba” yang dihelat pada
akhir Juni 2011. Ngertakeun (dari kata dasar kerta berarti
‘menyejahterakan’); bumi lamba (alam jagat atau dunia sebagai alam
kosmos). Ini untuk ketiga kalinya secara berturut-turut, sejak 2009,
diadakan di Gunung Tangkuban Perahu. Sebelumnya, pernah dilakukan,
antara lain, di Gunung Pangrango (Cianjur) dan Gunung Wayang (Bandung).
Upacara adat tahunan ini, menurut Ketua Panitia Wawan Akil,
sebetulnya sudah dikenal sejak Prabu Siliwangi memerintah di Kerajaan
Padjadjaran, abad ke-14 hingga ke-15. Kalau sekarang dilaksanakan
kembali, tujuannya untuk merevitalisasi peradaban yang telah
ditinggalkan banyak orang.
No comments:
Post a Comment
terima kasih telah berkunjung semoga bermanfaat