Mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mengharapkan
perlindungan di musim tanam, masih banyak dilakukan oleh para petani di
banyak daerah di Indonesia. Di antaranya di Tanah Pasundan, dikenal
upacara adat seren taun, upacara adat tahunan panen padi.
Pada akhir Januari lalu, misalnya, upacara seren taun diselenggarakan
oleh penduduk Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Juga
oleh masyarakat Desa Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan,
Jawa Barat.
Penduduk Desa Malasari memulai upacara tersebut dengan mengarak hasil panen dengan tandu – disebut anteuran (antaran)–dipimpin
Jaro (Kepala Adat), berkeliling kampung sampai ke halaman Balai Desa.
Rombongan tersebut kemudian disambut oleh Lengser–dalam adat Sunda
dikenal sebagai salah satu tokoh arif yang jenaka dan biasa menjadi
jembatan kalangan raja dan rakyat jelata–dengan tarian jenaka disertai
sorak-sorai warga. Lengser dan Jaro kemudian berbaur menari bersama
warga dalam suasana gembira, ditutup dengan ramai-ramai berebut anteuran.
Sementara itu, masyarakat adat Cigugur, Kuningan, menggelar upacara di kaki Gunung Ceremai. Diawali dengan prosesi ngajayak yang berarti menyambut atau menjemput padi, diteruskan dengan tiga pergelaran kolosal yaitu tari Buyung, tari Angklung Baduy, dan Angklung Buncis yang
dimainkan oleh berbagai pemeluk agama dan kepercayaan yang hidup di
Cigugur. Rangkaian acara bermakna syukur kepada Tuhan ini dikukuhkan
dengan pembacaan doa yang disampaikan secara bergantian oleh tokoh-tokoh
agama yang ada.
Hajatan yang biasa berpusat di kediaman Pangeran Djatikusumah,
sesepuh masyarakat Desa Cigugur, di Pendopo Paseban Tri Panca
Tunggal–sebuah kompleks perumahan khas golongan ningrat Sunda yang
didirikan pada 1840–itu, diawali dengan tari Buyung yang dibawakan oleh puluhan wanita cantik. Tarian tersebut menggambarkan pengorbanan wanita dalam mencari air untuk sawahnya.
No comments:
Post a Comment
terima kasih telah berkunjung semoga bermanfaat