Mandau dan suku Dayak ibarat pakaian dan tubuh, saling
melengkapi dan tak bisa terpisahkan. Ada cara khusus membuatnya dan ada
ritual memperlakukan mandau.
Bila ke Kalimantan, kita tentu akan ingat pada mandau sebagai senjata
khas Dayak. Karena itu, banyak turis lokal dan asing ingin membawa
mandau sebagai cendera mata. Padahal, mandau yang sebenarnya tidak bisa
digunakan sembarangan.
Menurut Hermanus Bintang (56), kepala adat suku Dayak Desa di Ensaid
Panjang, Sintang, Kalimantan Barat, mandau harus dimandikan dengan air
pucuk bemban yang dicampur empedu ular tedung atau kobra dan tedung sari
atau lipan yang sudah mati tua tanpa dibunuh.
Karena itu, mandau tidak boleh untuk mengupas makanan, sebab
mengandung racun. Kalau tidak pada musim mengayau, bilah mandau tidak
boleh ditarik dari sarungnya, khawatir terkena bisa. Kalau sampai kena
tangan, lukanya lama sembuh, dan selalu berair, meskipun tak sampai
membuat orang mati. Selain itu, setiap awal pemakaian, mesti didahului
pembacaan mantra yang ditujukan kepada Batara atau Tuhan. Ritual
tersebut dilakukan karena Batara atau Tuhan sangat berteman dengan alam.
“Karena itu, mandau tak boleh dipakai sembarangan,” kata Hermanus
Bintang.
Bekal ke Alam Akhirat
Mandau tidak boleh dipakai sembarang orang, kecuali diwariskan kepada anak. Ketika orang Dayak Desa meninggal, mereka meletakkan mandau di dada dan menguburnya bersama jasad. Mandau sebagai bekal ke alam akhirat agar bisa digunakan dalam berbagai kegiatan dan keperluan.
Mandau tidak boleh dipakai sembarang orang, kecuali diwariskan kepada anak. Ketika orang Dayak Desa meninggal, mereka meletakkan mandau di dada dan menguburnya bersama jasad. Mandau sebagai bekal ke alam akhirat agar bisa digunakan dalam berbagai kegiatan dan keperluan.
Ada beberapa jenis mandau di Dayak Desa. Jenis pedang, mandau, nyabur
papan dan jempul atau parang panjang. Namun, sekarang, di rumah betang
Ensaid Panjang, mandau jarang ditemukan. Sekitar 1960-1970-an, dari
sejumlah daerah lain, terutama dari Minangkabau, banyak datang untuk
mencari barang antik. “Banyak mandau dijual saat itu,” tutur Bintang.
Bila ingin membuat mandau, di subsuku Dayak Kayaan, di sepanjang Daerah
Aliran Sungai (DAS) Mendalam, Kapuas Hulu, ada seorang yang masih
membuat mandau hingga sekarang, yaitu IG Paran (78), tumenggung adat
Dayak Kayaan.
Paran yang tinggal di Dusun Lung Miting, Desa Tanjung Karang, Kapuas
Hulu, Kalimantan Barat, itu membuat mandau sejak 15 tahun lalu. Tepatnya
saat anaknya mulai mengerjakan ladang. Selain membuat mandau, juga
membuat berbagai macam barang seni. Seperti asbak, lukisan topeng, dan
perangkat adat.
No comments:
Post a Comment
terima kasih telah berkunjung semoga bermanfaat