Laman

to night

Aku adalah binatang jalang yang menghembuskan angin kedinginan. apa pun bisa kita lakukan, biarkan Hayal mu melambung tinggi menikmati sensasi lambda sehingga hayalmu menembus batas, bangun ketika kau mulai lelah akan semua, bakarlah dinding-dinding yang membuatmu tidak mempunyai waktu untuk membuka sensasi Lamda. masih ingatkah kita pernah bercerita tentang puncuk-puncuk lambda di ketinggian 200Hez aku telah menemukan seluk beluk lambda. Mari bersama menembus batas normal, yang akan membuka tabir mimpi menjadi kenyataan. aku lambda yang membagunkan dengan Argumentum ad populum, wujud nyata, ilusi, melayang maya membuka tabir biru menjadi sir Lamda






Saturday, December 10, 2011

Mandau dan Religi Suku Dayak

WARISAN INDONESIA /
Mandau dan suku Dayak ibarat pakaian dan tubuh, saling melengkapi dan tak bisa terpisahkan. Ada cara khusus membuatnya dan ada ritual memperlakukan mandau.
Bila ke Kalimantan, kita tentu akan ingat pada mandau sebagai senjata khas Dayak. Karena itu, banyak turis lokal dan asing ingin membawa mandau sebagai cendera mata. Padahal, mandau yang sebenarnya tidak bisa digunakan sembarangan.
Menurut Hermanus Bintang (56), kepala adat suku Dayak Desa di Ensaid Panjang, Sintang, Kalimantan Barat, mandau harus dimandikan dengan air pucuk bemban yang dicampur empedu ular tedung atau kobra dan tedung sari atau lipan yang sudah mati tua tanpa dibunuh.
Karena itu, mandau tidak boleh untuk mengupas makanan, sebab mengandung racun. Kalau tidak pada musim mengayau, bilah mandau tidak boleh ditarik dari sarungnya, khawatir terkena bisa. Kalau sampai kena tangan, lukanya lama sembuh, dan selalu berair, meskipun tak sampai membuat orang mati. Selain itu, setiap awal pemakaian, mesti didahului pembacaan mantra yang ditujukan kepada Batara atau Tuhan. Ritual tersebut dilakukan karena Batara atau Tuhan sangat berteman dengan alam. “Karena itu, mandau tak boleh dipakai sembarangan,” kata Hermanus Bintang.
Bekal ke Alam Akhirat
Mandau tidak boleh dipakai sembarang orang, kecuali diwariskan kepada anak. Ketika orang Dayak Desa meninggal, mereka meletakkan mandau di dada dan menguburnya bersama jasad. Mandau sebagai bekal ke alam akhirat agar bisa digunakan dalam berbagai kegiatan dan keperluan.
Ada beberapa jenis mandau di Dayak Desa. Jenis pedang, mandau, nyabur papan dan jempul atau parang panjang. Namun, sekarang, di rumah betang Ensaid Panjang, mandau jarang ditemukan. Sekitar 1960-1970-an, dari sejumlah daerah lain, terutama dari Minangkabau, banyak datang untuk mencari barang antik. “Banyak mandau dijual saat itu,” tutur Bintang. Bila ingin membuat mandau, di subsuku Dayak Kayaan, di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Mendalam, Kapuas Hulu, ada seorang yang masih membuat mandau hingga sekarang, yaitu IG Paran (78), tumenggung adat Dayak Kayaan.
Paran yang tinggal di Dusun Lung Miting, Desa Tanjung Karang, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, itu membuat mandau sejak 15 tahun lalu. Tepatnya saat anaknya mulai mengerjakan ladang. Selain membuat mandau, juga membuat berbagai macam barang seni. Seperti asbak, lukisan topeng, dan perangkat adat.

No comments:

Post a Comment

terima kasih telah berkunjung semoga bermanfaat