Laman

to night

Aku adalah binatang jalang yang menghembuskan angin kedinginan. apa pun bisa kita lakukan, biarkan Hayal mu melambung tinggi menikmati sensasi lambda sehingga hayalmu menembus batas, bangun ketika kau mulai lelah akan semua, bakarlah dinding-dinding yang membuatmu tidak mempunyai waktu untuk membuka sensasi Lamda. masih ingatkah kita pernah bercerita tentang puncuk-puncuk lambda di ketinggian 200Hez aku telah menemukan seluk beluk lambda. Mari bersama menembus batas normal, yang akan membuka tabir mimpi menjadi kenyataan. aku lambda yang membagunkan dengan Argumentum ad populum, wujud nyata, ilusi, melayang maya membuka tabir biru menjadi sir Lamda






Wednesday, December 14, 2011

Sangiran – Menguak Misteri Manusia Purba


Separuh temuan fosil manusia purba dunia berasal dari Sangiran. Pekerjaan panjang menanti ilmuwan. Banyak hal misteri bakal jelas asal semua pihak mengerti arti penting masa lalu.
INGIN menengok peradaban manusia purba? Datanglah ke Sangiran. Di kawasan berbukit, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, itu kita dapat menemukan bukti-bukti kehidupan manusia jutaan tahun silam berupa ribuan fosil. Itulah modal awal bagi para ilmuwan untuk menguak misteri kehidupan nenek moyang yang penuh misteri.
Tak hanya fosil bagian tubuh manusia, tetapi ada juga sisa-sisa perkakas sederhana pendukung kehidupan zaman dahulu. Dalam kompleks ini kita mendapatkan bukti bahwa manusia purba yang hidup di Sangiran sekitar dua juta tahun lalu memiliki habitat. Mereka juga harus taat pada pola kehidupan yang ada, bergaul dengan binatang hidup bersama menurut aturan tertentu.
Tak sulit menuju ke sana, hanya 20 kilometer dari Kota Solo. Sangiran ada dalam wilayah administratif Kabupaten Sragen dan Karanganyar, Jawa Tengah. Luasnya mencapai 59 kilometer persegi milik Kecamatan Kalijambe, Gemolong dan Plupuh, serta Kecamatan Gondangrejo di Kabupaten Karanganyar.
Konon, sebagaimana diyakini para geolog, dahulu Sangiran adalah hamparan laut. Proses geologi panjang, serta rangkaian letusan Gunung Lawu, Gunung Merapi, dan Gunung Merbabu, telah mengubah Sangiran menjadi daratan. Hal ini dibuktikan dengan lapisan-lapisan tanah yang sangat berbeda dengan wilayah lain. Pada setiap lapisan, para ahli menemukan fosil yang berbeda jenis sesuai zamannya.
Pada suatu masa, Situs Sangiran merupakan suatu kubah yang tererosi di bagian puncaknya. Bukti kondisi deformasi geologis tampak dengan adanya aliran Kali Brangkal, Cemoro, dan Pohjajar (anak-anak cabang Bengawan Solo) yang mengikis situs ini mulai di bagian utara, tengah, hingga selatan. Kikisan aliran sungai tersebut menyingkap lapisan-lapisan tanah secara alamiah, kemudian jejak fosil pun tampak, baik manusia purba maupun hewan vertebrata (Widianto & Simanjuntak: 1995).
Secara stratigrafis, situs Sangiran merupakan situs manusia purba terlengkap di Asia. Kita dapat menyaksikan perkembangan kehidupan manusia purba secara berurutan tanpa terputus sejak 2 juta tahun yang lalu. Mulai dari zaman Pliosen Akhir hingga akhir Pleistosen Tengah.
Masyarakat modern mulai mengenal Sangiran saat antropolog dari Jerman, Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald, memulai penelitian di area tersebut pada 1934. Saat itu, Von Koeningswald menemukan paling tidak lima fosil manusia purba yang berbeda jenisnya. Fosil-fosil ini menggarisbawahi keyakinan bahwa manusia berevolusi dari kera menjadi manusia modern seperti bentuk saat ini.
Sejak saat itu, para peneliti, baik dari Indonesia maupun asing, terus bekerja di Sangiran. Koenigswald bukanlah orang pertama yang mencoba menguak misteri manusia purba di tanah Jawa. Pada 1891, Eugene Dubois, antropolog Prancis, menemukan fosil Pithecanthropus Erectus, manusia purba tertua dari Jawa. Kemudian pada 1930 dan 1931, di Desa Ngandong, Trinil-Mojokerto, ditemukan juga fosil-fosil manusia purba yang berasal dari zaman Pleistosen. Penemuan-penemuan ini mengungkap sejarah manusia yang hidup berabad-abad lalu.

No comments:

Post a Comment

terima kasih telah berkunjung semoga bermanfaat