Para leluhur tak mewariskan aksara. Sebagai gantinya, ‘Negeri Megalit’ ini memilih batu dan arca.

Penyampaian pesan seperti ini, dapat diketahui melalui simbol-simbol
atau ornamen-ornamen yang telah diukir serta melalui syair-syair kuno
(Hoho), dan cerita-cerita rakyat. Batu sengaja dipilih sebagai sarana
untuk mengabadikan suatu peristiwa dan juga sebagai tanda jasa, karena
sifatnya yang tetap selama-lamanya (lö mamalö) dan tidak berubah-ubah
(lö tebulö) sepanjang abad. Sehingga generasi ke generasi dapat
mengetahui dan mengenang peristiwa tersebut yang terjadi pada masa lalu.
Makanya tak usah heran, jika Arca-arca batu berusia ratusan tahun bisa
dijumpai dengan sangat mudah di halaman-halaman rumah penduduk.
Di wilayah Kecamatan Gomo, Nias Selatan, misalnya, setidaknya
ditemukan 14 titik yang merupakan situs (daerah temuan benda-benda
purbakala) batu megalit. Tapi yang sudah dibuka untuk umum baru empat
situs. Semua situs itu terletak di ladang dan hutan penduduk setempat,
di antaranya di daerah Lahusa Idano Tae, Gomo, dan desa Olayama, Dusun
Bihata, Kecamatan Lölöwa’u. Untuk menuju ke kedua lokasi, hanya bisa di
tempuh dengan berjalan kaki atau kendaraan roda dua. Itu pun harus
menyeberangi arus sungai dan jalan setapak di pegunungan yang memiliki
kemiringan 45 derajat, sangat melelahkan memang.
No comments:
Post a Comment
terima kasih telah berkunjung semoga bermanfaat