Arsitektur Keraton Kasepuhan Cirebon adalah paduan
unsur-unsur budaya Islam, Hindu, Buddha, Kristen (Barat), dan Konfusius
(China). Ini bukti pembaru menghormati apa yang telah ada sebelumnya.
saat mendirikan Keraton Kasepuhan Cirebon pada 1529, Sunan Gunungjati
mempertahankan unsur tradisi Hindu-Buddha dari Kerajaan Pandjadjaran.
Salah satu penandanya adalah sepasang patung harimau berwarna putih di
pelataran Kamandungan. Masyarakat Sunda pedalaman yakin, harimau adalah
reinkarnasi sosok Prabu Siliwangi yang menjadi raja terakhir di
Padjadjaran.
Jejak kebudayaan Hindu-Buddha juga tampak jelas pada kompleks
bangunan sitihinggil (bahasa Jawa, siti: tanah, hinggil: tinggi) yang
bercorak candi bentar—arsitektur khas zaman Majapahit—pada dua
gapuranya, gapura adi di utara dan gapura banteng di selatan.
Di bawah gapura banteng ini terdapat candra sengkala dengan tulisan
kuta bata tinata banteng yang kalau dibaca dari belakang merujuk tahun
1451 Saka atau 1529 Masehi. Kemungkinan besar sitihinggil inilah yang
pertama kali dibangun sebelum bangunan lain menyusul kemudian.
Di dinding seluruh bangunan yang menggunakan material batu bata merah
menempel aneka keramik China masa Dinasti Ming (1364-1644 M) dan
keramik Delf dari Belanda. Di depan sitihinggil terdapat meja batu
granit hadiah Sir Stamford Raffles, wakil Kerajaan Inggris yang pernah
menjadi Gubernur Jenderal Jawa (1811-1816).
Menurut pemandu keraton, Elang Mungal (51), bangunan sitihinggil
berfungsi sebagai tempat sultan menyaksikan latihan perang prajurit
keraton di alunalun yang berlokasi di sebelah utara keraton. Latihan ini
dilakukan setiap hari Sabtu hingga disebut sebagai Sabtonan.
Di dalam kompleks sitihinggil terdapat lima bangunan berbahan utama
kayu jati mirip pendapa tanpa dinding dan masing-masing memiliki nama
serta fungsi berbeda. Bangunan utama yang terletak melintang dengan
jumlah saka (tiang) 20 buah dinamai malang semirang yang melambangkan 20
sifat Allah SWT. Sementara saka guru (tiang utama) enam buah, yang
melambangkan rukun iman. Di tempat inilah sultan melihat latihan
keprajuritan atau melihat pelaksanaan hukuman.
Bangunan di sebelah kirinya bernama Pandawa Lima dengan lima buah
saka yang melambangkan rukun Islam. Bangunan ini tempat para panglima
perang. Bangunan di sebelah kanan bangunan utama bernama Semar Tinandu
dengan dua saka yang melambangkan dua kalimat syahadat. Bangunan ini
adalah tempat penasihat sultan yang disebut penghulu.
Di belakang bangunan utama ada Mande Pengiring tempat berkumpulnya
pengiring sultan. Sebuah bangunan lagi ada di sebelahnya, Mande
Karasemen, di situlah para nayaga (penabuh gamelan) berada. Sampai
sekarang, bangunan ini masih digunakan sebagai tempat membunyikan
gamelan sekaten saat Idul Fitri dan Idul Adha.
Selain itu, juga terdapat lingga-yoni. Dalam khazanah kebudayaan
Hindu, lingga-yoni merupakan lambang kesuburan. Di atas tembok
sekeliling sitihinggil terdapat Candi Laras untuk penyelaras kompleks
itu.
No comments:
Post a Comment
terima kasih telah berkunjung semoga bermanfaat