Laman

to night

Aku adalah binatang jalang yang menghembuskan angin kedinginan. apa pun bisa kita lakukan, biarkan Hayal mu melambung tinggi menikmati sensasi lambda sehingga hayalmu menembus batas, bangun ketika kau mulai lelah akan semua, bakarlah dinding-dinding yang membuatmu tidak mempunyai waktu untuk membuka sensasi Lamda. masih ingatkah kita pernah bercerita tentang puncuk-puncuk lambda di ketinggian 200Hez aku telah menemukan seluk beluk lambda. Mari bersama menembus batas normal, yang akan membuka tabir mimpi menjadi kenyataan. aku lambda yang membagunkan dengan Argumentum ad populum, wujud nyata, ilusi, melayang maya membuka tabir biru menjadi sir Lamda






Saturday, December 10, 2011

Meriam Bambu Gelegar sampai Jauh


Warisan Indonesia/Hardy Mendrofa
Permainan yang membutuhkan nyali, tetapi banyak disukai…
Malam Tahun Baru, bila di kota-kota besar anakanak dan remaja ramai meniup terompet, di beberapa daerah mereka ramai mendentumkan meriam bambu. Sama dengan suasana malam menjelang Ramadan, seperti yang biasa dilakukan masyarakat Gorontalo, membunyikan meriam bambu sehari sebelum ibadah puasa dilaksanakan.
Bahkan, selama bulan suci Ramadan, Agustus lalu, anak-anak Gorontalo membunyikan bunggo (meriam bambu) untuk membangunkan warga bersantap sahur.  Lantaran sudah tradisi, tak ada warga keberatan. Sejak awal Ramadan, para remaja membuat bunggo sebanyakbanyaknya karena pada akhir Ramadan dilombakan.  Sementara di Kampung Kubang, Curug, Serang, Provinsi Banten, ingar-bingar perang meriam bambu justru pada saat ngabuburit—menunggu waktu berbuka puasa.  Warga, terutama anak-anak, berlomba menyiapkan potongan bambu di tanah lapang di kawasan perbukitan tidak jauh dari kampung mereka. Potongan bambu itu lalu disusun dan dijadikan meriam.
Anak-anak Kampung Kedoyang, Serang, Provinsi Banten, waktu bulan Ramadan lalu, menunggu berbuka puasa sambil bermain meriam bambu di dekat lapangan desa.  Meskipun ketika menyulut meriam bambu itu mereka menutup telinga dengan tangan ketika kemudian terdengar suara, Buummm…! dari moncong bambu yang sedang mereka kerumuni, anak-anak usia 8-14 itu bersorak riang.
Suasana itulah yang membuat masa kecil begitu mengesankan. Kangen rasanya bila pada masa kecil akrab dengan meriam bambu. Seperti yang pernah dikatakan Indra Perdana Sinaga (Naga ‘Lila’) dalam sebuah wawancara, bahwa ia yang masa kecilnya di Kalimantan sangat rindu bermain meriam bambu, meskipun bulu matanya pernah terbakar gara-gara meriam bambu.

No comments:

Post a Comment

terima kasih telah berkunjung semoga bermanfaat