Permainan yang membutuhkan nyali, tetapi banyak disukai…
Malam Tahun Baru, bila di kota-kota besar anakanak dan remaja ramai
meniup terompet, di beberapa daerah mereka ramai mendentumkan meriam
bambu. Sama dengan suasana malam menjelang Ramadan, seperti yang biasa
dilakukan masyarakat Gorontalo, membunyikan meriam bambu sehari sebelum
ibadah puasa dilaksanakan.
Bahkan, selama bulan suci Ramadan, Agustus lalu, anak-anak Gorontalo membunyikan bunggo (meriam
bambu) untuk membangunkan warga bersantap sahur. Lantaran sudah
tradisi, tak ada warga keberatan. Sejak awal Ramadan, para remaja
membuat bunggo sebanyakbanyaknya karena pada akhir Ramadan
dilombakan. Sementara di Kampung Kubang, Curug, Serang, Provinsi
Banten, ingar-bingar perang meriam bambu justru pada saat ngabuburit—menunggu
waktu berbuka puasa. Warga, terutama anak-anak, berlomba menyiapkan
potongan bambu di tanah lapang di kawasan perbukitan tidak jauh dari
kampung mereka. Potongan bambu itu lalu disusun dan dijadikan meriam.
Anak-anak Kampung Kedoyang, Serang, Provinsi Banten, waktu bulan
Ramadan lalu, menunggu berbuka puasa sambil bermain meriam bambu di
dekat lapangan desa. Meskipun ketika menyulut meriam bambu itu mereka
menutup telinga dengan tangan ketika kemudian terdengar suara, Buummm…! dari moncong bambu yang sedang mereka kerumuni, anak-anak usia 8-14 itu bersorak riang.
Suasana itulah yang membuat masa kecil begitu mengesankan. Kangen
rasanya bila pada masa kecil akrab dengan meriam bambu. Seperti yang
pernah dikatakan Indra Perdana Sinaga (Naga ‘Lila’) dalam sebuah
wawancara, bahwa ia yang masa kecilnya di Kalimantan sangat rindu
bermain meriam bambu, meskipun bulu matanya pernah terbakar gara-gara
meriam bambu.
No comments:
Post a Comment
terima kasih telah berkunjung semoga bermanfaat