Laman

to night

Aku adalah binatang jalang yang menghembuskan angin kedinginan. apa pun bisa kita lakukan, biarkan Hayal mu melambung tinggi menikmati sensasi lambda sehingga hayalmu menembus batas, bangun ketika kau mulai lelah akan semua, bakarlah dinding-dinding yang membuatmu tidak mempunyai waktu untuk membuka sensasi Lamda. masih ingatkah kita pernah bercerita tentang puncuk-puncuk lambda di ketinggian 200Hez aku telah menemukan seluk beluk lambda. Mari bersama menembus batas normal, yang akan membuka tabir mimpi menjadi kenyataan. aku lambda yang membagunkan dengan Argumentum ad populum, wujud nyata, ilusi, melayang maya membuka tabir biru menjadi sir Lamda






Friday, April 20, 2012

"Ramadan Multikultur, di Wajah Indonesia"

Warisan Indonesia/Hardy Mendrofa
Ramadan bagi masyarakat Indonesia—yang penduduknya mayoritas muslim—tidak sekadar ritual peribadatan, tetapi sekaligus karnaval kehidupan. Bukan saja kaum muslim yang sibuk menyiapkan diri, melainkan juga kalangan nonmuslim. Indonesia tidak monolitik. Kalau ada yang berupaya menghadapkan secara diametris dengan saudara sebangsa yang berbeda agama, tentulah itu upaya politik yang keji, karena realitas kultural kita memang beraneka.
DI Kampung Pekojan, kawasan pecinan kota Semarang, Jawa Tengah, hari-hari ini tampak berbeda dari biasanya. Kawasan padat yang menjadi pusat bisnis itu setidaknya dihuni empat etnis berbeda: Jawa, China, Arab, dan India.
Selama bulan Ramadan, seluruh penghuni kampung sibuk menyiapkan makanan khas berbuka puasa (takjil) bubur india yang disajikan di serambi Masjid Jami’ Pekojan, yang dibangun pada 1799 oleh H Muhammad Azhari Akwan itu.
Diungkapkan Ali Baharun, takmir Masjid Jami’ Pekojan, kerukunan antaretnis dan agama di wilayah itu sudah terjadi turun-temurun. Meskipun Masjid Jami’ berada di lokasi yang “unik”, tak pernah ada gangguan sedikit pun. Toleransi tinggi terus dipegang setiap warga di kawasan masjid itu. “Ketika ada kerusuhan antaretnis Jawa dan China pada 1981, di kawasan masjid ini tak pernah ada gesekan sedikit pun,” ungkap Baharun.
Ada pemandangan lain begitu masuk di pintu gerbang masjid. Di sana terdapat sejumlah makam tua yang nisannya masih terjaga. Setidaknya ada dua kompleks makam terpisah di areal dalam masjid. Makam tersebut adalah makam para keturunan pendiri masjid, imam masjid, ataupun takmir.
Salah satu makam, yang banyak diziarahi adalah makam Syarifah Fatimah, seorang perempuan keturunan Gujarat yang dimakamkan pada 1290. Konon, perempuan itu dulunya dikenal suka menolong sesama, hingga jalan kampung di sekitar masjid pun kemudian diberi nama Petolongan. – EP, Tim peliput: Don (Jakarta), Iyan DS (Semarang dan Solo), Wayan Sunarta

No comments:

Post a Comment

terima kasih telah berkunjung semoga bermanfaat