Pada masa kerajaan Hindu, Saman memiliki posisi kuat. Lalu tergusur
gelombang perubahan yang dibawa Islam. Mereka pun bergerilya berada di
balik berbagai karya seni tradisi di desa-desa.
Saman punya sebutan universal, yakni travesty. Sifatnya terbatas,
tidak massal, karena amat sarat dengan nilai spiritual. Oleh karena itu,
saman jauh dari ingarbingar. Menurut Wisma Nugraha Christianto Rich,
M.Hum., istilah itu menunjuk pada laki-laki yang memerankan perempuan.
Orang yang disebut saman dianggap memiliki kemampuan spiritual yang
mampu menjadi perantara dunia profan dengan yang sakral sehingga dia
dibutuhkan dalam setiap kegiatan ritual pemujaan pada sesuatu yang
dianggap sakral. Kebanyakan kesenian yang berakar pada tradisi, secara
historis berkaitan dengan keberadaan saman. Kesenian lengger di
Banyumas, gandrung di Banyuwangi, dan lain-lain, awalnya ditarikan oleh
laki-laki,î kata Wisma Nugraha saat ditemui Warisan Indonesia, awal
Maret 2012.
Jejak saman saat ini masih ditemukan pada berbagai tradisi budaya
masyarakat, tentu wujud yang pragmatis ataupun profan. Beberapa ritual
yang merujuk pada eksistensi seorang saman juga masih ada, misalnya,
beberapa dukun di Jawa Timur kabarnya berkelaminí waria.
Di Desa Lakar Santri, Kecamatan Lakar Santri (dekat Kota Surabaya),
misalnya, ada makam keramat seorang saman bernama Wongsonegoro. Pada
waktu tertentu, sekelompok orang menjalankan ritual tahunan, lengkap
dengan pertunjukan seni tradisional.
“Nah, yang menjadi donatur acara tersebut adalah seorang spiritualis
waria yang cukup dikenal di kawasan itu,” kata dosen Jurusan Sastra
Nusantara, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada (UGM), itu.
Pada masa kerajaan Hindu-Buddha, peran saman dalam ritual kesuburan
penting. Dalam penelitiannya tentang kesenian tradisional di Jawa Timur,
Wisma Nugraha menemukan adanya korelasi antara ritual dan tradisi
pertanian. Posisi saman saat itu penting, baik di masyarakat luas maupun
dalam lingkaran kekuasaan. Raja-raja kerap melibatkan mereka dalam
ritual. Saman meraih legitimasi kultural dari kerajaan. Sebaliknya,
dengan menggandeng para saman, raja-raja bakal menjadi kian berwibawa di
mata rakyatnya. Begitulah hubungan simbiosis mutualisme timbul.
No comments:
Post a Comment
terima kasih telah berkunjung semoga bermanfaat