Laman

to night

Aku adalah binatang jalang yang menghembuskan angin kedinginan. apa pun bisa kita lakukan, biarkan Hayal mu melambung tinggi menikmati sensasi lambda sehingga hayalmu menembus batas, bangun ketika kau mulai lelah akan semua, bakarlah dinding-dinding yang membuatmu tidak mempunyai waktu untuk membuka sensasi Lamda. masih ingatkah kita pernah bercerita tentang puncuk-puncuk lambda di ketinggian 200Hez aku telah menemukan seluk beluk lambda. Mari bersama menembus batas normal, yang akan membuka tabir mimpi menjadi kenyataan. aku lambda yang membagunkan dengan Argumentum ad populum, wujud nyata, ilusi, melayang maya membuka tabir biru menjadi sir Lamda






Monday, April 9, 2012

"Perantau Flores – Antara Kesetiaan Adat dan Gereja"


Sudah sejak dulu orang Flores merantau. Kini tak hanya keluarga terpandang, yang miskin pun lebih senang bekerja di kota, meski sebagai buruh kasar. Di perantauan mereka mencoba setia dengan adat dan gereja.
Adalah Helmi Johannes, wartawan dan penyiar televisi yang sekarang bekerja di Washington DC, membenarkan hal itu. Putra pahlawan nasional asal Pulau Rote, Flores, Prof. Herman Johannes, yang juga mantan penyiar berita sebuah stasiun televisi swasta, ini lahir dan dibesarkan di Yogyakarta.
Kepada Warisan Indonesia, Helmi mengatakan bahwa warga asal pulau-pulau sekitar Flores memang sejak lama senang mengembara. Ia pun menyebut nama-nama sejumlah tokoh intelektual, pejabat sipil, kepolisian, serta wartawan asal Flores. Sayang, tak ada perincian mengapa mereka meninggalkan kampung halamannya dan membuat penghidupan baru di perantauan.
Ayah Helmi berasal dari pulau bagian paling selatan wilayah Indonesia yang miskin. Sebagian warganya hidup sebagai nelayan tradisional yang mencari penghidupan dengan melintasi batas-batas negara. “Banyak dari mereka ditangkap Pemerintah Australia. Mereka secara turun-temurun sudah melakukannya dan tidak mengenal masalah geografis,” ujar Helmi.
Penuturan itu seakan menepis kesan, yang pernah ada dalam benak sebagian orang bahwa perantau dari kawasan Nusa Tenggara Timur (NTT), terutama Flores, dipelopori kaum elite setempat. Meskipun memang benar bahwa merekalah yang memiliki akses informasi dan bekal uang sehingga bisa pergi ke wilayah yang mereka idam-idamkan untuk menuntut ilmu. Setelah bekerja keras dalam beberapa dekade mereka menjadi kelompok orang yang hidup mapan di kota-kota besar.
Daerah utama tujuan perantau adalah Pulau Jawa, Sulawesi, juga Australia. Konon mereka menganggap bahwa Jawa merupakan tanah subur dan menjanjikan serta jauh lebih maju. Sarana pendidikan modern menjadi faktor penting, mengapa keluarga berada mengirimkan anak-anaknya belajar di kota, seperti Yogyakarta, Jakarta, Surabaya, dan juga Bandung.
Sebagian lagi memilih merantau ke Sulawesi karena telah ada jalinan hubungan panjang mengingat kerajaankerajaan di sana pernah menguasai sebagian wilayah NTT. Sementara Australia menjadi tujuan lain karena pengaruh gereja. Mayoritas warga Nasrani memandang orang-orang Belanda sebagai saudara bukan penjajah.Hal ini karena dulu mereka mengenal Injil dari misionaris Barat.

No comments:

Post a Comment

terima kasih telah berkunjung semoga bermanfaat