Pemerintah daerah Aceh telah mendaftarkan Tari Saman
sebagai tari dunia ke Perserikatan Bangsa-Bangsa dan sudah mendapat
nomor seri 00001. Jika sudah mendapat ketetapan dari UNESCO, Tari Saman
menjadi satu-satunya tarian daerah dari Indonesia yang menjadi warisan
dunia.
Tari saman—sebuah tarian yang menggabungkan seni suara, gerakan
badan, dan tepukan tangan sebagai pengganti musik pengiring—memang
sangat melekat dengan Aceh.
Para penari biasanya duduk berjajar dan tidak berpindah sepanjang
penampilan tari. Yang bergerak hanya tangan menepuk bahu dan paha, badan
naik-turun, dan kepala menggeleng ke kiri dan ke kanan.
Gerakan tari diawali dengan ritme yang lambat, semakin lama semakin
cepat, bahkan sangat cepat, seiring nyanyian syair yang dilantunkan oleh
seorang syekh pemimpin para penari itu. Tari ini biasanya dimainkan
oleh belasan sampai puluhan laki-laki dalam jumlah ganjil.
Hampir semua tarian Aceh dimainkan secara beramairamai. Tak
terkecuali tari saman yang dimasukkan ke dalam jenis kesenian ratoh duek
(tari duduk). Keseragaman formasi dan ketepatan waktu dalam bergerak
adalah suatu keharusan agar gerak tarian tetap harmonis dan sempurna,
meskipun dilakukan dengan gerakan yang sangat cepat.
Tari saman dianggap tarian suku Gayo, sebuah suku Aceh yang terletak
di wilayah pedalaman dan pegunungan Aceh. Tepatnya di wilayah Aceh
Tengah. Tarian ini biasa ditampilkan untuk merayakan peristiwa-peristiwa
penting dalam adat, juga untuk merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad
SAW.
Tarian yang diyakini erat kaitannya dengan masuk dan berkembangnya
agama Islam di Nusantara, khususnya di wilayah Aceh, biasanya
menggunakan syair berbahasa Arab dan bahasa suku Gayo. Konon penciptaan
tari saman adalah untuk berdakwah menyebarkan agama Islam. Itulah
sebabnya tarian saman ini sangat kental dengan keislamannya.
Ada keyakinan pula bahwa tari saman erat kaitan dengan tarekat
Samaniyah yang masuk ke Aceh dan Palembang sekitar abad ke-18, dibawa
oleh Abdul Saman al-Palimbani, salah satu murid Syekh Abdulkarim
al-Hasan as Samani Almadani sebagai pencipta tarekat Samaniyah.
“Syekh Abdulkarim al-Hasan as Samani Almadani tidak pernah
menjejakkan kaki di bumi Nusantara untuk mengembangkan tarekat
Samaniyah. Tarekat ini sampai ke Nusantara melalui muridnya yang disebut
Ulama Empat Serangkai yang salah satunya adalah Abdul Saman
al-Palimbani,” kata Iman Juani, seorang penari saman Aceh, yang sedang
meneliti asal-usul tari saman.
Keempat murid Syekh Abdulkarim al-Hasan as Samai Almadani sampai ke
Nusantara dan mulai menyebarkan agama Islam ke beberapa daerah di
Nusantara, antara lain ke Makassar, Bugis, Palembang, dan Aceh. Abdul
Saman al-Palimbani merupakan syekh yang mengembangkan tarekat Samaniyah
di Palembang dan Aceh.
“Dalam akar saman, ada ratip atau zikir dengan identitas tersendiri,
yaitu menggoyangkan badan ke kiri dan kanan, berzikir, dan bertepuk. Di
Aceh, akar Saman sudah ada sebelumnya, tetapi belum islami,” kata Iman
Juani.
No comments:
Post a Comment
terima kasih telah berkunjung semoga bermanfaat