Tidak bisa membayangkan stalaktit-stalakmit bisa
menghasilkan suara indah? Memang, harus ke Goa Tabuhan untuk membuktikan
hal itu.
Di dalam sebuah ruangan gelap, tujuh orang, terdiri empat pria dan
tiga perempuan, memosisikan diri di sela-sela stalaktit dan stalakmit
(batu goa yang menjulur dari atas dan dari bawah). Hanya dalam hitungan
detik, mengalunlah gending-gending Jawa yang dimainkan para personel
musik tradisional tersebut.
Tembang Jawa “Nyidam Sari” mengawali alunan merdu dari suara tiga
perempuan yang bertindak sebagai sinden atau penyanyi. Sesekali
senggakan mantap keluar dari vokal waranggana atau penabuh gamelan. Lima
lagu Jawa mereka lantunkan dalam waktu tak lebih dari 20 menit.
Meskipun singkat, tetapi penonton dan penikmat benar-benar merasakan
sensasi musik tradisional itu.
Ya, karena alunan tembang-tembang Jawa ini—lain dari biasanya—tidak
diiringi gamelan lengkap, seperti saron, kenong, kempul, gambang, rebab,
dan gong. Namun, hanya dengan kendang, sebagai alat asli perangkat
gamelan, yang dipadu dengan pukulan stalaktit dan stalakmit, jadilah
alunan gamelan Jawa yang tak kalah indah suaranya.
Sensasi musik tradisional ini bisa kita saksikan hanya di Goa
Tabuhan, yang terletak di Desa Wareng, Kecamatan Punung, Kabupaten
Pacitan, Jawa Timur. Berjarak sekitar 25 kilometer arah barat dari pusat
kota Pacitan, dan sekitar 100 kilometer dari arah kota Solo. Jika dari
Solo, Goa Tabuhan bisa ditempuh melalui rute
Solo-Wonogiri-Baturetno-Giriwoyo-Donorojo-Goa Tabuhan.
No comments:
Post a Comment
terima kasih telah berkunjung semoga bermanfaat