Laman

to night

Aku adalah binatang jalang yang menghembuskan angin kedinginan. apa pun bisa kita lakukan, biarkan Hayal mu melambung tinggi menikmati sensasi lambda sehingga hayalmu menembus batas, bangun ketika kau mulai lelah akan semua, bakarlah dinding-dinding yang membuatmu tidak mempunyai waktu untuk membuka sensasi Lamda. masih ingatkah kita pernah bercerita tentang puncuk-puncuk lambda di ketinggian 200Hez aku telah menemukan seluk beluk lambda. Mari bersama menembus batas normal, yang akan membuka tabir mimpi menjadi kenyataan. aku lambda yang membagunkan dengan Argumentum ad populum, wujud nyata, ilusi, melayang maya membuka tabir biru menjadi sir Lamda






Sunday, July 3, 2011

Kemiskinan Rakyat Indonesia yang Dipandang Sebelah Mata



Tempo lalu 21 orang meninggal berebut jatah mendapatkan uang zakat, kemudian kejadian serupa terjadi lagi selanjutnya, meskipun tidak menelan korban tetapi dapat dilihat bagaimana berdesaknya mereka saat mengantri untuk uang yang mungkin bagi konglomerat dan pejabat pemerintah negeri ini tidak seberapa. Tidak ada sepesernya dari uang gaji mereka tiap bulan, tidak sebanding dengan keringat yang mereka peras setiap hari untuk mengais rezeki.

Lalu ketika selepas lebaran dimana ada acara open house atau halal bi halal di suatu daerah, bukan cuma puluhan tetapi ratusan orang berbondong datang, hanya untuk mencicipi bagaimana rasanya makan puas tanpa mengeluarkan uang atau membayar. Sampai-sampai di salah satu provinsi ada perempuan yang tersiram panasnya opor ayam ketika sedang berdesakan mengantri demi segenggam plastik berisi makanan gratisan.


Kemudian fenomena rakyat yang mengolah dan memakan daging-daging busuk dalam buangan sampah. Semua itu karena sumber bahan makanan di negeri ini semakin mahal, hampir-hampir tidak terjangkau oleh rakyat jelata.


Berapa banyak kriminalitas terjadi akibat motif sederhana, yaitu perut yang lapar. Tetapi mereka lebih bagus ketimbang pejabat yang semestinya kenyang namun terus menerus kelaparan. Bukan perutnya saja yang lapar, begitu pula nafsunya. Nafsu menguasai segala yang ada di atas muka bumi.


Lalu mengapa pemerintah masih
ngotot berkata angka-angka dari data-data. Kertas adalah kertas dan data adalah data, angka-angka itu bisa berubah, ditambah atau dikurangi sendiri. Berapa banyak orang lapangan dari pemerintah itu yang mau kerja keras saat survei lapangan? toh gaji mereka juga kecil, perut mereka juga lapar, apalagi jika mereka dibebani dengan beban seisi keluarganya. Bukankah lebih mudah bagi mereka untuk menulis data asal-asalan serta asal bapak senang, agar tidak terlalu lelah di lapangan sembari mengutip sedikit demi sedikit uang perjalanan survei.

Tapi bagusnya rakyat Indonesia masih kuat dan tabah untuk bersabar, namun buruknya kesabaran itu sering dijadikan alat kepentingan orang-orang untuk menekan atau memanfaatkan keadaan mereka demi tahta, pangkat, jabatan dan uang.


Mungkinkah suatu ketika presiden negeri ini memposisikan diri dan memandang kemiskinan lewat perspektif orang-orang jelata, bukan dari wacana kepentingan partai atau orang-orang yang menjilat kursi pemerintah dan dewan?

Inilah kemiskinan rakyat Indonesia yang dipandang sebelah mata.

No comments:

Post a Comment

terima kasih telah berkunjung semoga bermanfaat