Laman

to night

Aku adalah binatang jalang yang menghembuskan angin kedinginan. apa pun bisa kita lakukan, biarkan Hayal mu melambung tinggi menikmati sensasi lambda sehingga hayalmu menembus batas, bangun ketika kau mulai lelah akan semua, bakarlah dinding-dinding yang membuatmu tidak mempunyai waktu untuk membuka sensasi Lamda. masih ingatkah kita pernah bercerita tentang puncuk-puncuk lambda di ketinggian 200Hez aku telah menemukan seluk beluk lambda. Mari bersama menembus batas normal, yang akan membuka tabir mimpi menjadi kenyataan. aku lambda yang membagunkan dengan Argumentum ad populum, wujud nyata, ilusi, melayang maya membuka tabir biru menjadi sir Lamda






Tuesday, December 11, 2012

*Museum Ullen Sentalu – Upaya Penyelamatan Warisan Keraton*1


Para bangsawan keraton Mataram bergotong royong mendirikan museum ini agar masyarakat mengenal tradisi serta kejayaan Kerajaan Yogyakarta dan Solo. Saat Merapi meletus atapnya tertimbun debu setebal 25 sentimeter.
“Saya ingin melihat meja rias kuno milik putri keraton yang katanya ada di sini. Kata temanteman yang pernah melihat sih, cantik. Sudah lama sebenarnya saya kepengin ke sini,” ujar Nurma Wulandari (38) asal Surabaya.
Demikian jawaban salah seorang pengunjung ketika Warisan Indonesia menanyakan apa yang membuat dirinya tertarik mengunjungi Museum Ullen Sentalu. Jauh-jauh dari Surabaya hanya ingin melihat meja rias? Jawaban itu seakan terkesan berlebihan. Namun, jika melihat fenomena umum tentang apresiasi masyarakat terhadap museum, kita tak heran lagi.
Dibanding puluhan museum lain di kawasan Yogyakarta, nasib Ullen Sentalu sedikit lebih beruntung. Tiap hari selalu ada pengunjung yang datang. Mungkin karena letaknya di lokasi wisata favorit, Kaliurang, Yogyakarta. “Sesepi-sepinya pengunjung, tiap hari lima sampai sepuluh orang masih ada,” kata Ria Januar, salah seorang staf museum.
Museum Seni dan Budaya Ullen Sentalu didirikan oleh keluarga Haryono asal Solo. Pendirian museum ini juga didukung oleh Sri Paduka Paku Alam VIII, Sunan Paku Buwono XII, Gusti Kanjeng Ratu Alit, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Poeger, dan Gusti Raden Ayu (GRAy) Nurul Kusumawardhani. Mereka juga sekaligus ikut memberikan material untuk koleksi museum, seperti kain batik, asesoris, foto, dan naskah. Museum ini diresmikan pada 1 Maret 1997 oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario (KGPAA) Paku Alam VIII yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur DIY.

No comments:

Post a Comment

terima kasih telah berkunjung semoga bermanfaat