Laman

to night

Aku adalah binatang jalang yang menghembuskan angin kedinginan. apa pun bisa kita lakukan, biarkan Hayal mu melambung tinggi menikmati sensasi lambda sehingga hayalmu menembus batas, bangun ketika kau mulai lelah akan semua, bakarlah dinding-dinding yang membuatmu tidak mempunyai waktu untuk membuka sensasi Lamda. masih ingatkah kita pernah bercerita tentang puncuk-puncuk lambda di ketinggian 200Hez aku telah menemukan seluk beluk lambda. Mari bersama menembus batas normal, yang akan membuka tabir mimpi menjadi kenyataan. aku lambda yang membagunkan dengan Argumentum ad populum, wujud nyata, ilusi, melayang maya membuka tabir biru menjadi sir Lamda






Tuesday, December 11, 2012

*1Perkampungan Budaya Betawi – Oase di Belantara Jakarta1*

Bila berkunjung ke Jakarta, Anda seyogianya menyambangi Perkampungan Budaya Betawi. Di kawasan ini Anda masih bisa menikmati sisa-sisa peradaban suku Betawi. Rumah adat, makanan khas, dan berbagai bentuk warisan budaya lain masih terpelihara dengan baik di sini.
Perkampungan ini berbeda dengan Kampung Naga di Tasikmalaya, Baduy di Banten, dan Kampung China di Cibubur. Perkampungan Budaya Betawi di Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, ini adalah hasil reka cipta sekelompok manusia untuk menjaga dan melestarikan budaya Betawi yang sudah lama ”mati suri”. Perkampungan Budaya Betawi lahir lewat Surat Keputusan Gubernur Nomor 92 Tahun 2000. Keputusan itu diperkuat oleh Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2005. Keduanya merupakan dasar hukum bagi upaya penataan Perkampungan Budaya Betawi di Srengseng Sawah itu.
Indra Sutisna, salah satu pengelola Lembaga Perkampungan Budaya Betawi, mengatakan bahwa tujuan dari komunitas ini adalah melestarikan dan mengembangkan budaya Betawi secara berkesinambungan.
Hal ini dilakukan tanpa menempatkan orang Betawi sebagai pesakitan, seperti dialami orang-orang Aborigin di Australia.
Dengan cara itu, budaya Betawi bakal lestari dan eksis seterusnya. Sedangkan misinya adalah mengangkat ekonomi masyarakat sekitar dan masyarakat Betawi pada umumnya.
Selain sebagai permukiman, perkampungan itu sendiri menjalankan beberapa fungsi lain, di antaranya sebagai pusat informasi budaya Betawi, tempat ibadah, ajang aktivitas seni budaya, penelitian, dan pariwisata. Fungsi ini mesti berjalan dengan karakter budaya Betawi yang kuat.
Kehidupan perkampungan itu mengalami pergeseran pada dekade 1980-an. Saat itu, fasilitas jalan beraspal dibangun. Kendaraan bermotor dengan mudah masuk, sendi-sendi hidup bergeser, urbanisasi tak terbendung. Gotong ragih (gotong royong), yang biasanya berlaku saat ada orang membangun rumah, mulai sulit diterapkan. Para pegiat kampung itu kini sedang berupaya agar konsep hidup ini bisa hidup kembali, setidaknya di bidang seni dan budaya.

No comments:

Post a Comment

terima kasih telah berkunjung semoga bermanfaat