Laman

Saturday, March 24, 2012

Di Tangan Anak-anak, Gambuh Kembali Menggeliat

Gambuh diperkirakan sudah ada sejak abad ke-15 dan terus mengalami evolusi sampai abad ke-17. Mengalami balinisasi pada abad ke-19 sampai dengan abad ke-20. Gambuh nyaris mati pada abad ke-21, tetapi bangkit lagi melalui anak-anak.
Di panggung terbuka di depan angkul-angkul (gapura Bali), lima anak perempuan menari dengan gerakan-gerakan gemulai dan ritmis, diiringi seruling dan gamelan yang mendayu-dayu.  Mereka menarikan Condong dan Kakan-Kakan sambil saling sapa, menyambut kedatangan Galuh. Kemudian Galuh tampil dengan tari yang halus, luwes, lembut, dan berdialog dengan bahasa Kawi (Jawa Kuno), menceritakan situasi dan kondisi di sekitarnya. Para penari kemudian keluar dari panggung.
Pada babak selanjutnya, muncul peran Prabangsa (patih), Kade-Kadean (arya), dan Demang Tumenggung.  Mereka tampil menari secara bergantian dengan gerakan-gerakan yang berwibawa disesuaikan dengan karakter masing-masing. Gerakan mereka diikuti oleh para punakawan dengan tari dan lawakan-lawakan yang lucu dan segar, menyambut kedatangan tokoh Panji (pangeran). Kemudian Panji tampil di hadapan para abdinya dan cerita melangkah ke babak selanjutnya.  Itulah sekelumit adegan dalam sebuah pementasan gambuh yang menceritakan perjalanan Ratna Manggali mencuri kitab Lontar Takepan Danta milik Ni Calonarang untuk diserahkan kepada mertuanya, Mpu Baradah.  Ratna Manggali adalah putri kesayangan Ni Calonarang yang dipersunting oleh Mpu Bahula atas perintah Mpu Baradah guna menyingkap rahasia kesaktian Ni Calonarang dan menetralisasi kekuatan buruk kitab sakti itu.

No comments:

Post a Comment

terima kasih telah berkunjung semoga bermanfaat