Laman

Thursday, May 3, 2012

"Raja"

Sepuluh tahun setelah tsunami, seorang anak masih terus menangis. Tangisnya begitu mengiris sehingga Baginda Raja resah. Soalnya, anak itu menjadi berita.
Wajah anak itu muncul di koran dan dan televisi. Ia membawa citra yang buruk bagi kerajaan. Akhirnya, raja, setelah dikerubut oleh para pembisiknya, berkenan berkunjung untuk bertanya dan mewanti-wanti, kalau perlu mengancam.
Apa pula yang sudah bikin kamu terus menangis? Rumahmu yang hancur sudah dibangun kembali dengan sumbangan luar negeri. Kamu diberi modal dan hasilnya sudah konkret. Sekarang bapakmu punya toko dan mobil. Kalau tidak ada tsunami pasti kamu masih tinggal di gubuk tua dan ke mana-mana jalan kaki. Ayo berhenti menangis! Masih banyak persoalan kerajaan yang butuh diselesaikan. Kamu tidak boleh egois! Ini sengsara yang membawa nikmat. Ketawa!
Tapi tangis anak itu makin keras. Bukan hanya menangis, sekarang dia mulai meraung-raung. Suaranya begitu mengerikan. Seakan-akan dia sudah dirajam.
Akibatnya, para wartawan dari dalam dan terutama dari luar negeri berhamburan datang. Jeprat-jepret. Heboh, gambar anak itu kontan terpampang, lebih provokatif di halaman depan berbagai media massa, baik di dalam maupun di luar negeri.
Sang Raja mulai kehilangan kesabaran. Buru-buru beliau menyiapkan lagi kunjungan. Kali ini, ia membawa segepok uang tunai plus barang-barang mewah untuk membuktikan bahwa kesejahteraan kerajaan sebenarnya sudah lebih pulih dari sebelum tsunami.
Untung Ibu Suri ngeh, lalu dengan cepat mencegah. Sudahlah Anaknda Baginda Raja, biar ibunda yang datang ke situ, jangan Paduka. Baginda di istana saja, urusan korupsi makin menjadi, bereskan para pejabat yang suka menjilat dan berhentilah anaknda Raja berpikir. Sekarang yang diperlukan tindakan cepat.

No comments:

Post a Comment

terima kasih telah berkunjung semoga bermanfaat